Sunday, March 14, 2010

Kerajinan Genteng Godean



Sekarang ini telah mulai bermunculan industri-industri genteng yang berbahan baku bukan dari tanah liat, hal ini terlihat dari iklan di televisi dan surat kabar yang menawarkan genteng dari bahan baku semen ataupun semacam plastik. Produk ini sepertinya belum begitu berpengaruh terhadap perindustrian genteng di wilayah godean, dimana industri genteng yang berskala kecilpun masih tetap jalan dan bermunculan.

Industri yang mengolah tanah liat sebagai salah satu jenis kerajinan yang banyak diusahakan oleh rakyat di pedesaan Jawa telah lama dikenal masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan bukti-bukti arkeologis dengan diketemukannya benda-benda dari tanah liat yang merujuk pada zaman pengaruh Hindu, Budha maupun Islam. Keahlian dalam membuat barang-barang dari tanah liat telah dilakukan di sebagian besar wilayah Asia Tenggara yang berkembang di daerah-daerah terpencil. Ramainya perniagaan laut dan sungai telah mendorong berkembangnya keahlian produksi bagi semua barang kerajinan seperti gerabah, logam dan emas. Desa-desa yang sepenuhnya hanya mengerjakan kerajinan pecah belah dari tanah liat adalah daerah yang relatif dekat dengan bahan mentah terpentingnya.[1]

Di pedesaan Jawa, industri kecil maupun kerajinan rumah tangga sangat besar pengaruhnya dalam menyerap tenaga kerja, mengingat semakin kecilnya kesanggupan sektor pertanian dalam menampung tenaga kerja.[2] Semakin banyak angkatan kerja di pedesaan yang mengalihkan kegiatannya dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Dengan berkurangnya kesempatan kerja di sektor pertanian bagi penduduk pedesaan akan mendorong mereka untuk mencari pekerjaan di luar sektor pertanian.

Beberapa faktor yang sangat penting dalam sektor industri adalah keberadan tenaga kerja, modal dan teknologi. Tenaga kerja mempunyai peranan penting dalam pembentukan struktur sosial masyarakat di wilayah industri, terutama tenaga kerja yang berasal dari luar daerah. Beberapa faktor tersebut yang kemudian membentuk suatu hubungan antara para pekerja dengan pengusaha.

Perluasan kesempatan kerja merupakan salah satu sasaran dari pembangunan ekonomi, atau dengan kata lain menekan jumlah pengangguran. Menurut Sugito Harjosukarto, dilihat dari sudut pasar tenaga kerja terdapat dua kekuatan yang akan menentukan luas kesempatan kerja. Pertama, dari segi penawaran, hal ini akan ditentukan oleh jumlah dan kualitas tenaga kerja. Pertambahan jumlah tenaga kerja terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, sedang kualitasnya antara lain ditentukan oleh tingkat pendidikan dan teknologi. Kedua, dari segi permintaan, ini akan ditentukan oleh kapasitas atau daya serap daripada ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Ketidakseimbangan antara kedua kekuatan pasar tenaga kerja tersebut akan menimbulkan persoalan yang menyangkut kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan, dimana gejala yang sering timbul dari ketidak seimbangan ialah pengangguran.[3]

Salah satu wilayah yg mengembangkan industri kerajinan di Yogyakarta ialah Godean. Godean merupakan sebuah kota kecamatan yg merada di sebelah barat Kota Yogyakarta, masuk dalam lingkup Kabupaten Sleman. Di wilayah Godean kerajinan membuat genteng muncul sejak tahun 1930-an, yg pada awalnya usaha ini hanya digeluti oleh beberapa orang saja. Antara tahun 1930-1960-an bisa dikatakan bahwa pengerjaan genteng masih sangat sederhana yang kmdn menghasilkan genteng dg sebutan “genteng plam”. Pada masa ini bahan baku masih diambil dari perbukitan sekitar dengan cara “disunggi” atau dipikul. Usaha genteng di godean ini pada awalnya hanya terdapat disatu dusun saja dan pada waktu itu hanya ada satu jenis yang dinamakan genteng “asto gino”.[4] Pada perkembangan sekarang ini, daerah Godean telah menjadi sentra industri genteng yang memproduksi beberapa jenis genteng, baik yang untuk konsumsi sendiri maupun dipasarkan.

Sekarang ini, tepatnya di Dusun Sidoluhur mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai pengrajin genteng, meskipun ada beberapa orang yang masih memelihara tanah persawahan. Dalam menjalankan usahanya, para pengrajin tersebut berfungsi ganda, selain sebagai pengusaha mereka juga berfungsi sebagai pekerja, tetapi mereka juga sering mempekerjakan orang lain sebagai buruh, baik orang itu berasal dari wilayah setempat ataupun para pendatang.

[1] Anthony Reid, Asia Tenggara DalamKurun Niaga 1450-1680. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997) hlm. 18.

[2] Masri Singarimbun dan D.H. Penny, Penduduk dan Kemiskinan Kasus Sriharjo di Pedesaan Jawa. (Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1976), hlm. 43-45.

[3] Sugito Harjosukarto, “Perbandingan Konsep ‘Tenaga Kerja’ dan ‘Mencari Nafkah’ Dari Dua Survey Di Yogyakarta, 1976”. Cakrawala no.4 th XI Triwulan IV 1979, Semarang: Satya Wacana. Hlm. 39.

[4] Genteng ini merupakan binaan ngarso dalem yang pada waktu itu (kurang jelas tahun berapa) datang ke padukuhan berjo. Wawancara dengan bapak Sutoyo pada tanggal 12 Mei 2006.

0 comments:

Related Posts with Thumbnails
 

About

Text

Recycle Posts Copyright © 2009 Communityiwanul