Friday, March 12, 2010

Fenomena Awal Pedagang Buku di UGM

Pada bulan-bulan pendaftaran UM UGM, Gedung Ghraha Sabha Pramana (GSP) selalu penuh sesak dengan orang-orang, baik itu para pendaftar UM-UGM maupun para penjual jasa, khususnya pedagang buku. Para penjual buku tersebut seolah tidak mau kalah dengan para pendaftar, mereka menempati emper-emper gedung GSP hingga di pinggir-pinggir jalan sekitar gedung tersebut. Seakan dimanapun mereka menggelar dagangan disitulah mereka mencari rizki. Tidak jarang ada beberapa orang yang memilih tempat-tempat yang agak menyendiri, hal ini guna menghindari persaingan diantara para pedagang. Sebab sebagian besar para pedagang tersebut selalu berebut tempat untuk mendapatkan lokasi yang strategis. Kebanyakan dari mereka memilih untuk menggelar dagangannya di sekitar pintu masuk dan pintu keluar, sehingga sering kali menambah sesak antrian para pelajar yang mau mendaftar UM-UGM.
Fenomena penjual buku-buku soal ujian masuk UGM mulai muncul di GSP sejak tahun 2003. kemunculan mereka ini beriringan dengan diselenggarakannya pendaftaran seleksi masuk UGM pertama kali. Para pedagang tersebut sebenarnya telah lama bergelut menjadi penjual buku, tapi pada awalnya mereka berjualan pada saat pendaftaran SPMB dan ujian masuk pada beberapa universitas swasta. Kemunculan mereka ini bukan begitu saja langsung terbentuk, hal ini merupakan keberlanjutan dari usaha mereka yang memanfaatkan momen-momen tertentu, salah satunya saat pendaftaran UM-UG di GSP.
Pada tahun pertama (tahun 2003) buku-buku yang dijual belum begitu bervariasi. Sebagian besar buku-buku tersebut masih berupa fotokocopy naskah yang dikemas sederhana, cukup “disteples” pada ujung kiri atasnya. Sehingga kalau dilihat dari harganyapun cukup terjangkau, sekitar Rp 15000,- hingga Rp 20.000,-. Baru pada tahun 2004 mulai muncul buku-buku bercover/yang didesain lebih menarik, terlihat juga mulai ada buku yang djilid. Harganya pun kemudian ikut menyesuaikan, berkisar antara Rp 35.000,- hingga Rp 60.000,-.
Hingga tahun 2004 penjual buku-buku soal tersebut belum begitu banyak seperti beberapa tahun terahir (2005 – 2007).
Pada tahun 2003 – 2004 para pedagang tersebut masih menempati lokasi luar gedung (tidak dibawah emperan GSP), sebab saat itu lokasi pengambilan dan pengembalian formulir berada di lantai 2, sehingga secara otomatis mereka langsung menaiki tangga disisi barat dan keluar di sisi timur.
Para siswa calon mahasiswa baru tersebut tidak diberi kesempatan untuk masuk ruang GSP lantai I, sehingga para pedagang ikut menyesuaikan menempati trotoar sekitar, di bawah pohon dan didekat pintu masuk/keluar, bahkan tak jarang dari mereka merelakan tubuhnya terbakar matahari untuk menggelar dagangannya. Berbeda dengan tahun terakhir (2005-2007) para pedagang mulai masuk/menggelar di emper dan GSP dari sisi timur terus melingkar ke barat penuh berjejer penuh para penjual buku. Hal ini karena lokasi yang digunakan oleh para calon mahasiswa ada di lantai 1 sehingga para pedagang ikut masuk emper GSP meskipun ada larangan dari satuan keamanan kampus untuk berjualan di emper.
Di th 2005 jumlah penjual buku semakin membengkak, banyak para pedagang baru. Rata-rata kehadiran mereka itu adalah ajakan dari pedagang yang berjualan lebih dulu, mereka menceritakan prospek berjualan yang bagus di GSP dan mengajak teman baru, begitulah pola umun yang terjadi di situ.
Tiap tahun buku yang di distribusikan di GSP semakin beragam, mulai dari yang menawarkan kualitas hingga kuantitas.bamyak buku yang dikemas sedemikian menarik sehingga naskah soal tahu lalu sampai fotocopian.
Para penjual buku di GSP tersebut berasal dari berbagai golongan, ada yang berasal dari masyarakat umum, pelajar hingga mahasiswa, tetapi rata-rata dari mereka adalah masyarat awam yang benar-benar ingin menambah penghasilan baik laki-laki atau perempuan mereka berjualan saling berdampingan seakan tidak ada perbedaan dalam perdagngan.

0 comments:

Related Posts with Thumbnails
 

About

Text

Recycle Posts Copyright © 2009 Communityiwanul