Sunday, March 14, 2010

Pagelaran Wayang Kulit

Desember 2007 UGM menyelenggarakan Pagelaran Wayang kulit di Bundaran UGM dg dalang KI Ethus S. Pagelaran wayang tersebut mengambil lakon “Arjuna Wiwaha”. Pagelaran wayang dilaksanakan di luar ruangan dengan menggunakan sebuah tenda yang berada di sebelah utara bunderan UGM, tepatnya berada di tengah-tengah jalan antara Gelanggang Mahasiswa dengan KAGAMA. Acara ini dimulai sekitar pukul 21.00 WIB, meskipun sebelumnya diguyur hujan deras tetapi antusias penonton mengalahkan segalanya. Buktinya penonton telah memadati arena pagelaran begitu acara dimulai. Pagelaran wayang tersebut berakhir kira-kira menjelang adzan subuh.

Pagelaran itu memanfaatkan tenda yang berukuran cukup luas berbentuk persegi yang menghadap ke selatan. Dekorasi tenda tampak megah dengan warna putih yang dikombinasikan dengan warna malam. Di dalam tenda disediakan sekitar tigaratusan kursi buat penonton yang tentunya tidak bisa menampung semuanya. Kanan dan kiri tenda dilengkapi dengan screen untuk mempermudah penonton yang ada di sebelah samping untuk melihat pertunjukan, dan didukung dengan sound sistem yang tentunya cukup untuk ukuran pertunjukan di luar ruangan.
Pagelaran wayang tersebut cukup menarik perhatian, misalnya dialog dalam cerita wayang disampaikan oleh dalang menggunakan bahasa campuran, baik bahasa jawa maupun bahasa indonesia. Sehingga mempermudah para penonton untuk menangkap alur ceritanya, terlebih untuk orang-orang yang tidak bisa bahasa Jawa. Pertunjukan disuguhkan dengan humor-humor ringan sehingga membuat penonton tidak merasa jenuh dan bosan, terkadang dalang juga sering menghubung-hubungkankan cerita pewayangan dengan kehidupan jaman sekarang. Dalam pagelaran tersebut goro-goro muncul sekitar pukul 24.00 WIB yang semakin mengocok perut para penonton malam itu. Goro-goro yang ditampilkan membicarakan mengenai asal muasal orang turun ke bumi dengan cara humor. Sinden dalam pagelaran wayang yang satu ini kalau tidak salah semuanya berdiri, mereka ¬nembang sambil berlenggak-lenggok. Selain melihat wayang di kelir, penonton secara tidak langsung ternyata juga disuguhkan sajian menarik para sinden.

Lakon yang diambil di pagelaran ini ialah “Arjuna Wiwaha”, yaitu mengenai usaha untuk menaklukkan kejahatan. Dikisahkan bahwa kediaman para Dewa terancam oleh para Gandarwa di bawah pimpinan raja mereka; Niwata Kawaca. Hanya seorang manusia yang memiliki kesaktian dapat mematahkan kekuasaan jahat. Maka dari itu para Dewa memutuskan untuk minta bantuan dari Arjuna yg namanya telah menjadi mashyur karena tapanya. Untuk menguji ketabahannya, para dewa mulai dengan menggodainya, namun sang tapa tidak dapat di gemparkan oleh bidadari-bidadari yang paling cantik sekalipun. Kemudian raja para dewa, yaitu Dewa Indra muncul dalam bentuk seorang Resi yang menghardik Arjuna, bahwa dengan segala tapa brata dia belum mencapai kesempurnaan, karena sebetulnya dia hanya mengejar pembebasan dirinya sendiri..

Arjuna menjawab, bahwa bukanlah keselamatan diri merupakan tujuannya, melainkan keselamatan orang-orang lain: ia ingin membantu keluarganya dalam peperangan terakhir. Dalam pada itu raja Gandarwa berusaha untuk membunuh Arjuna. Ia mengutus seekor celeng buas, Momong Murka, namanya, untuk mengganggu tapa Arjuna. Tetapi ksatria kita berhasil menewaskan celeng itu. Sayangnya di saat Arjuna melepaskan anak panahnya, Batara Siwa pun turut melepaskan anak panahnya terhadap celeng tersebut. Kedua anak panah melebur jadi satu dan menewaskan sang celeng. Siapakah yang lebih dulu melepaskan panah maut itu? Siwa atau Arjuna? Terjadilah perselisihan hebat antara kedua tokoh itu. Dan inilah godaan yg ketiga: Arjuna tdk boleh membanggakan diri, sekalipun (atau justru karena) ia memiliki kesaktian. Setelah merendahkan diri dan mengakui kekuasaan Siwa -dan dengan demikian kekuasaan dalam dirinya sendiri- maka ia menerima sebatang anak panah ajaib, Pasopati namanya. Dan dengan demikian berakhirlah tapa bratanya. Tujuan telah tercapai, ia mempunyai senjata untuk merebut kemenangan.

Tetapi perutusan dari khayangan datang menghadap, minta bantuannya dalam peperangan dengan Niwata Kawaca. Dengan bantuan bidadari Supraba yang sejak lama di pinang oleh sang raja para Gandarwa itu, maka Arjuna berhasil mengetahui rahasia Niwata Kawaca. Kalau pucuk lidahnya terkena, maka ia akan tewas. Tidak lama berselang, terjadilah peperangan yang akhirnya Arjuna berhasil merebut kemenangan dengan melepaskan anak panahnya terhadap pucuk lidah Niwata Kawaca dan dengan demikian menewaskan lawannya.

1 comments:

MUJAHIDIN Kaliwungu Kendal on December 29, 2011 at 11:37 PM said...

Kalau boleh, Film pagelarannya mbok di posting sekalian... jadi kita kita bisa ikut nonton

Related Posts with Thumbnails
 

About

Text

Recycle Posts Copyright © 2009 Communityiwanul